Warga Laporkan Pengrusakan oleh Pihak Stisipol
TANJUNGPINANG (HK)- Seorang warga bernama C Pasaribu, telah melaporkan pihak Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (Stisipol) Raja Haji ke Polresta Tanjungpinang atas pengrusakan pagar lahan miliknya, yang akan dibangun perpustakaan oleh Stisipol. Hal itu dilakukannya karena sebagai kuasa pemilik lahan, pihaknya tidak pernah diajak bicara terkait lahan tersebut oleh pihak Stisipol.
"Almarhum suami pemilik lahan tersebut adalah kawan akrab saya. Sekarang lahan ini dikuasakan pada saya, dan tiba-tiba pihak Stisipol merusak pagarnya dan memasukkan alat berat yang katanya untuk membangun perpustakaan," kata C Pasaribu, kemarin.
Menurut dia, tidak sepantasnya pihak Stisipol berbuat seperti itu. Alangkah baiknya bila permasalahan tersebut dibicarakan terlebih dahulu dengan pemilik lahan yang mempunyai bukti kepemilikan lahan tersebut. "Alangkah baiknya kalau dibicarakan dulu, jangan asal bangun saja. Lihat dululah siapa pemilik lahan tersebut,"ujarnya.
Pasaribu menjelaskan, dulunya lahan milik Surawan adalah sekitar 7 hektare, dimana 3 hektare diantaranya telah dijual kepada pengembang. Sedangkan lahan untuk pembangunan perpustakaan Stisipol itu masuk dalam lahan milik Surawan. Lahan itu belum dibebaskan oleh PT Antam, sehingga sampai sekarang masih milik Surawan. "Kami memiliki bukti surat alas hak yang diterbitkan tahun 1980 dan peta lahan," kata Pasaribu.
Ia mengungkapkan, pengrusakan pagar yang membatasi lahan milik Surawan itu merupakan perbuatan melawan hukum, karena pembangunan perpustakaan itu di atas lahan milik Surawan. Seharusnya, lahan itu dibebaskan terlebih dahulu jika ingin dibangun perpustakaan dengan menggunakan anggaran daerah.
"Pada prinsipnya kami mendukung kegiatan itu sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi tolong hargai pemilik lahan, karena lahan itu memiliki nilai ekonomis," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Pasaribu juga menegaskan tidak akan mengerahkan massa untuk menghalangi pembangunan gedung perpustakaan. Tetapi pemerintah maupun pihak Stisipol harus menyelesaikan permasalahan lahan itu terlebih dahulu. "Saya ini sudah tua, dan tidak mungkin mengerahkan massa untuk menghalangi pembangunan perpustakaan," katanya.
Sementara itu, Ketua Stisipol Zamzami A Karim menyatakan laporan pengrusakan pagar yang diajukan C Pasaribu, penerima kuasa atas lahan yang diklaim milik Sri Darini Surawan, salah alamat, karena gedung perpustakaan dibangun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau. "Bukan kami yang merusak pagar itu, karena perpustakaan itu dibangun oleh Pemprov Kepulauan Riau," kata Zamzami.
Ia mengungkapkan, permasalahan lahan yang akan dibangun perpustakaan itu bukan antara Stisipol dengan Surawan, melainkan lahan tersebut diklaim milik Pemko Tanjungpinang. Ketika Tanjungpinang masih masuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan), lahan itu sudah dibebaskan PT Aneka Tambang, namun setelah tidak dikelola lagi lahan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bintan.
"Kemudian Pemerintah Bintan menyerahkan lahan itu kepada Pemko Tanjungpinang. Jika Pasaribu menyatakan lahan itu milik Surawan, seharusnya menunjukan bukti-bukti kepemilikan lahan yang sampai sekarang belum pernah kami lihat," ujarnya.
Pihak Stisipol Tanjungpinang juga melaporkan kepada pihak yang berwajib atas ancaman yang dilakukan oknum dari suku tertentu. "Kami merasa tidak nyaman, karena itu pada Sabtu pekan lalu melaporkan ancaman tersebut kepada pihak yang berwenang," ujarnya.(rul)
Menurut dia, tidak sepantasnya pihak Stisipol berbuat seperti itu. Alangkah baiknya bila permasalahan tersebut dibicarakan terlebih dahulu dengan pemilik lahan yang mempunyai bukti kepemilikan lahan tersebut. "Alangkah baiknya kalau dibicarakan dulu, jangan asal bangun saja. Lihat dululah siapa pemilik lahan tersebut,"ujarnya.
Pasaribu menjelaskan, dulunya lahan milik Surawan adalah sekitar 7 hektare, dimana 3 hektare diantaranya telah dijual kepada pengembang. Sedangkan lahan untuk pembangunan perpustakaan Stisipol itu masuk dalam lahan milik Surawan. Lahan itu belum dibebaskan oleh PT Antam, sehingga sampai sekarang masih milik Surawan. "Kami memiliki bukti surat alas hak yang diterbitkan tahun 1980 dan peta lahan," kata Pasaribu.
Ia mengungkapkan, pengrusakan pagar yang membatasi lahan milik Surawan itu merupakan perbuatan melawan hukum, karena pembangunan perpustakaan itu di atas lahan milik Surawan. Seharusnya, lahan itu dibebaskan terlebih dahulu jika ingin dibangun perpustakaan dengan menggunakan anggaran daerah.
"Pada prinsipnya kami mendukung kegiatan itu sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi tolong hargai pemilik lahan, karena lahan itu memiliki nilai ekonomis," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Pasaribu juga menegaskan tidak akan mengerahkan massa untuk menghalangi pembangunan gedung perpustakaan. Tetapi pemerintah maupun pihak Stisipol harus menyelesaikan permasalahan lahan itu terlebih dahulu. "Saya ini sudah tua, dan tidak mungkin mengerahkan massa untuk menghalangi pembangunan perpustakaan," katanya.
Sementara itu, Ketua Stisipol Zamzami A Karim menyatakan laporan pengrusakan pagar yang diajukan C Pasaribu, penerima kuasa atas lahan yang diklaim milik Sri Darini Surawan, salah alamat, karena gedung perpustakaan dibangun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau. "Bukan kami yang merusak pagar itu, karena perpustakaan itu dibangun oleh Pemprov Kepulauan Riau," kata Zamzami.
Ia mengungkapkan, permasalahan lahan yang akan dibangun perpustakaan itu bukan antara Stisipol dengan Surawan, melainkan lahan tersebut diklaim milik Pemko Tanjungpinang. Ketika Tanjungpinang masih masuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan), lahan itu sudah dibebaskan PT Aneka Tambang, namun setelah tidak dikelola lagi lahan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bintan.
"Kemudian Pemerintah Bintan menyerahkan lahan itu kepada Pemko Tanjungpinang. Jika Pasaribu menyatakan lahan itu milik Surawan, seharusnya menunjukan bukti-bukti kepemilikan lahan yang sampai sekarang belum pernah kami lihat," ujarnya.
Pihak Stisipol Tanjungpinang juga melaporkan kepada pihak yang berwajib atas ancaman yang dilakukan oknum dari suku tertentu. "Kami merasa tidak nyaman, karena itu pada Sabtu pekan lalu melaporkan ancaman tersebut kepada pihak yang berwenang," ujarnya.(rul)
Sumber Berita : http://haluankepri.com/news/tanjungpinang
0 komentar:
Posting Komentar