Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/10/cara-membuat-anti-copy-paste-di-blog.html#ixzz2AEpkYubF Mencari Sultan yang Hilang ~ Media Tambelan | Pulau Tambelan | Seputar Pulau Tambelan Kab Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Komentar

Kamis, 26 Juli 2012

Mencari Sultan yang Hilang

Mencari Sultan yang Hilang 

Sejak kepergian Tuan Sayyid Abu Bakar (Sultan Johor) atau lebih dikenal dengan nama Sultan Abdullah Muaiyatsyah yang tiada kabar beritanya maka diutuslah rombongan dari daerah Riau yang dipimpin oleh ”Awang Semirah Muda”. Awang Semirah Muda  adalah saudara dari Panglima Lidah Belang yang meninggal diperairan  pulau Sabde dalam suatu pertempuran dengan lanun (bajak laut) dari Moro Filiphina.  Beliau disebut (digelari) Panglima Lidah Belang, karena lidah beliau berbelang. Panglima ini berasal dari kerajaan Lingga/Daik. Makam Panglima Lidah Belang terletak kira-kira 200 m dari jalan raya desa hilir. Perahu layar yang membawa rombongan bernama ”Galiung Panjang” yang ditumpangi raja siak yang bernama Sultan Mansur dan Sultan Yahya.

Sebelum Sultan Mansur dan Sultan yahya beserta rombongan memasuki Teluk Pulau Sabde, dari kejauhan terlihatlah Pulau Sabde seperti lampu yang berkelip – kelip. Rombongan Sultan Mansur kemudian menyebutnya dengan nama Kandil Bahar, yang artinya Kandil bermakna Pelita (lampu) sedangkan Bahar bermakna Lautan (samudra), sehingga Kandil bahar bermakna ”Kelipan lampu ditengah lautan”.
Setibanya rombongan Sultan Mansur  diperkampungan Pulau Sabde merekapun mendapat penjelasan tentang makam Sultan Johor yang selama ini telah menghilang. Dengan bantuan penduduk setempat dimulailah memindahkan makam Sultan dari perkuburan asal di Bukit Mentayan/Bentayan dipindahkan ketempat yang lebih aman yaitu di Komplek Makam yang sekarang ini terletak di Desa Batu Lepuk Tambelan.
Ukuran makam Sultan Abdullah Muaiyatsyah 345 x 120 cm, diatas batu itu berdiri dua batu nisan yang dibuat dari batu karang yang diukir indah dan mempunyai dasar bawah 27 x 27 cm. Tinggi batu nisan yang menghadap ke Utara 115 cm dengan ukuran panjang 250 cm. Tiang yang menghadap ke selatan 90 cm. Arah ke selatan /timur ditulis dengan huruf Arab gaya  Riqat yang antik dan rapi dengan ukiran huruf  timbul yang dipahat bertulisan berbunyi :
HAJARATUN NABI SALALLAH ALAIHI WASSALAM PADA SERIBU LIMA PULU...KEPADA HARI BULAN JUMADIL AWAL....KEPADA HARI ISNIN...KEPADA SAYID...(seterusnya tidak dapat dibaca karena mengalami kerusakan).
Hasil karya yang dituliskan pada makam tersebut ialah tulisan yang ditulis oleh Sultan Mansur dengan bantuan penduduk setempat beserta rombongan.
Setelah pemindahan makam tersebut selesai dengan tidak diduga sebelumnya dan dengan kehendak Allah SWT, Sultan Mansur kembali ke Rahmatullah pada bulan Rabi’ul Awal, hari Jum’at tahun 1243 H atau tahun 1723 M, Sultan Mansur dimakamkan tidak jauh dari makam Raja Bungsu dari Johor tersebut. Perlu diperhatikan bahwa makam Sultan Riau dari siak ini hanya ditandai dengan dua buah nisan (tonggak) yang dibuat dari kayu resak yang pada bagian atasnya sudah dimakam rayap.
Sangat memperihatinkan sekali apabila makam ini tidak segera diselamatkan serta diperhatikan  agar peninggalan yang bersejarah ini menjadi kenang-kenangan bagi generasi muda mendatang dan tidak akan hilang ditelan masa, karena kealpaan kita untuk melestarikannya.
Dengan perasaan sedih yang mendalam akhirnya Sultan Yahya dan rombongan kembali ke Riau. Walaupun Kepulangan Sultan Yahya dan rombongan tidak dapat membawa Sultan yang di cari namun paling tidak Sultan Yahya dan rombongan harus puas dengan telah ditemukannya keberadaan Sultan Abdullah Muaiyatsyah.
Besarnya semangat Sultan Yahya dan Rombongan untuk mencari Sultan Johor ke VII merupakan bukti betapa besarnya rasa persaudaraan yang dibangun, lantas? Bagaimana dengan Sultan Johor saat ini ? apakah juga akan melakukan hal yang sama, yaitu mau mencari dan menyaksikan serta menziarahi makam Sultan Abdullah Muaiyatsyah  yang merupakan Sultan Johor yang ke VII ?

0 komentar:

Posting Komentar

Tanjungpinang

Batam Pos » Batam